Bandung, (WIPREDNEWS). Kepala Sekolah SMP Nasional, Hj. Doris Aviani, S.Si yang dikonfirmasi oleh Wartawan WIPREDNEWS, yang didukung oleh para Wakasek yang menyatakan, “Pemberhentian DR sudah sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Karena jumlah yang diluluskan SMP Nasional pada 2024, sebanyak 5 kelas sedangkan penerimaan murid baru pada 2024 hanya 3 kelas, sehingga perlu dilakukan efisiensi dan pengurangan guru yang konditenya kurang baik dan tidak mampu beradaptasi dengan kebiasaan kami,” Lebih lanjut, Doris dan para wakasek menyatakan, “Kami menyesalkan mengapa hal seperti ini dibawa ke ranah media, padahal bukti kinerja DR tercatat di dokumen kami, yang tentunya dari pihak kami merasa dirugikan dan tidak akan tinggal diam, tentu ada upaya hukum dan delik aduan ke Dewan Pers dan pihak kepolisian melalui kuasa hukum kami.”
Setelah melalui konfirmasi dengan pihak Pimpinan sekolah, pada Sabtu, 3-8-2024, menanggapi berita yang simpang siur mengenai pemberhentian DR, salah satu guru dari SMP Nasional Bandung maka didapatkan alasan penyebab utama diberhentikanya DR karena pemenuhan target jumlah siswa pada PPDB 2024 tidak tercapai sehingga perlu adanya efisiensi pegawai. Penyebab lainnya karena memang SK dari pihak Yayasan tentang penggangkatan guru tersebut sudah habis masa berlakunya, yakni satu tahun. Jadi tidak benar kalau pihak pimpinan sekolah menyalahi ketentuan yang berlaku. Tetapi pihak DR, justru telah melakukan tindakan yang blunder, antara lain melibatkan beberapa media, yang pada awal pemberitaannya tidak melakukan prinsip kerja jurnalistk yang semestinya, yakni tidak melakukan prinsip check and balancing.
Menanggapi hal tersebut Dr. Boaz Heri Susanto, SH, M.H, MA, Ketua Umum Aliansi Wartawan Pasundan (AWP) yang menyatakan, “Hal pencemaran nama baik lembaga dan delik pers itu, selain melanggar Pasal 310 KUHP jo.Putusan MK No. 78/ PUU-XXI/ 2023 yang terancam pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan. Adapun media yang menyiarkannya juga bisa diperkarakan di Dewan Pers, karena telah melanggar ketentuan pidana berdasarkan Pasal 9 ayat (2), Pasal 10, Pasal 15 ayat (2), Pasal 18 ayat (2) UU Pers dan bisa dikenai pidana denda paling banyak Rp.500 juta. Hal itu sebaiknya dilakukan sebagai edukasi atau pembelajaran.” Hal senada disampaikan Pengamat Media, Budaya, Hukum dan Pendidikan, Putut Cahyo Purnomo, S.H, menyatakan, ”Pihak sekolah, sebagai korban pemberitaan yang tidak seimbang, merugikan, dan diduga mengalami pencemaran nama baik, bisa melaporkan media dan nara sumbernya (DR) ke Dewan Pers dan melaporkan delik aduan kepada pihak Kepolisian.”
Hal senada disampaikan Ketua Yayasan, Dr. H. Bambang Daru Nugroho, SH, MH, juga menyatakan, “Bahwa pemberhentian DR sebagai guru, karena mekanisme di Yayasan Pendidikan Nasional itu SK mengajar memang berlaku setiap satu tahun satu kali, dan bisa atau tidak diperpanjang lagi, hal itu juga berlaku pada semua guru GTY dan non GTY, tetapi masa kerja tetap bisa diperhitungkan.” Lebih lanjut Bambang menyatakan, ”Jadi setelah satu tahun setiap guru harus diperbaharui SK mengajarnya, tergantung pada kondisi sekolah dan keputusan kepala sekolah untuk menunjuk tim gurunya lanjut atau tidak lanjut, dengan pertimbangan, berdasarkan kondite kinerjanya. Apakah jumlah kelasnya membutuhkan guru atau terpaksa dikurangi gurunya. Atau bagaimana kinerja guru tersebut sesuai target atau tidak,” tuturmya mengakhiri perbincangan. (Ilustrasi Foto dari Dok. SMP Nas. Bdg; Kumprn; Romltea)*(PUD/WRN-017)**